Rabu, 10 Maret 2021

Operasi Ten-Go, Operasi Angkatan Laut Terakhir AL Jepang

 Operasi Ten-Go


Kapal Tempur, IJN Yamato yg terserang Bom pada pertempuran Laut Sibuyan, 26 Oktober 1944

Operation Ten-Go adalah operasi Angkatan Laut besar terakhir yang diluncurkan oleh Angkatan Laut Jepang di Perang Dunia II, dengan tujuannya adalah memenangkan pertempuran decisive sebelum kalah perang/memutarbalikkan keadaan perang.

Setelah kekalahan kedua pertempuran naval besar di Battle of Phillipines Sea/Battle of Mariana Island (19-20 Juni 1944) dan Bsttle of Leyte Gulf (23-26 Oktober 1944), Kaisar Hirohito bertanya kepada panglima perangnya, apakah mereka masih mempunyai kapal perang lagi?

Jepang hampir tidak mempunyai kapal induk lagi pada 1945, dan semua kapal perang ditaruh di Kure Naval Arsenal, termasuk Super Battleship IJN Yamato. Kemudian panglima perang Jepang yang sudah tau tidak bisa melakukan apa apa lagi meluncurkan serangan bunuh diri ke armada Amerika.

Kapal Tempur, IJN Yamato yang berhasil menghindari Bom Udara Pesawat
AS

Tanggal 1 April 1945, invasi marinir Amerika ke Okinawa dimulai untuk pertama kalinya, sementara itu, seluruh Armada Gabungan Jepang, dikumpulkan menjadi satu untuk menyerang armada Amerika di Okinawa. Terdiri dari 1 kapal tempur, 1 kapal penjelajah ringan, 8 kapal penghancur, dan seratus pesawat kamikaze, mereka maju pada 7 April 1945 untuk melawan kegagahan Armada Amerika yang tidak bisa dihentikan lagi jalurnya.

Pemimpin armada Jepang adalah Seiichi Ito, dengan kapal benderanya yaitu kapal terbesar mereka yaitu IJN Yamato. Yamato, yang kehilangan adiknya Musashi, di Battle of Surigao Strait (24 Oktober 1944), bagian dari Battle of Leyte Gulf, segera dikembalikan ke Kure Naval Arsenal dan kemudian menjadi kapal bendera dari seluruh Armada Gabungan, dimana semuanya telah berkumpul disini.

Operasi ini dinamakan Operation Ten-Go, atau Operation Heaven One (Ten Ichi Go). Mereka berangkat pada 6 April 1945 dari Kure, menuju ke Okinawa untuk membantu Angkatan Darat disana. Yamato, Yahagi, dan 8 kapal penghancur berkumpul dan mencoba untuk menyelinap dari Armada Amerika. Sangat disayangkan bahwa 2 kapal selam Amerika, Threadfin dan Hackleback melihat mereka dalam perjalanan dan melapor kembali ke armada.

Armada Amerika, Fifth Fleet yang berisi Task Force 58 yang terdiri dari Essex-Class Aircraft Carrier (Essex Class berjumlah 24 dan merupakan yang terbanyak dalam sejarah), mendapat laporan tersebut dan memikirkan bagaimana mereka menghancurkan armada Jepang yang memiliki kapal Super Battleship tersebut.

Kapal Tempur, IJN Yamato ketika ia diserang oleh AU Amerika Serikat di Operasi Ten-Go
7 April 1945

 

Perintah pun diberikan oleh Wakil Laksamana Marc Mitscher, 8 kapal induk, 6 kapal tempur, 11 kapal penjelajah, 30+ kapal penghancur, dan 386 pesawat nantinya diluncurkan untuk menghancurkan sisa sisa dari Armada Gabungan Jepang.

Tanggal 7 April 1945, pagi hari, armada Jepang diikuti dan diamati oleh 2 pesawat PBM Mariner, dimana IJN Yamato menembakkan meriam 460mm (18.1 inci) nya ke mereka, tetapi tetap diikuti hingga pukul 11:30 dan berhaluan kembali ke Okinawa. Pengamatan diberikan kepada pemimpin 5th Fleet, Admiral Raymond A. Spruance, yang memilih untuk menghancurkan mereka dengan kapal tempur dari Task Force 54.

Vice Admiral Marc Mitscher, marah dengan hal tersebut dan mengatakan bahwa cara untuk menghancurkan armada mereka dengan korban rendah adalah dengan pesawat, yaitu pesawat dari Task Force 58. Usul Mitscher diterima dan TF58 bergerak ke Armada Jepang.

Pesawat dari USS Hornet, USS Belleau Wood, USS Bennington, USS San Jacinto, USS Essex, USS Hancock, USS Bunker Hill, dan USS Bataan yang berjumlah hampir 400 pesawat menyerang Armada Jepang pada pukul 12:00.

Pesawat Amerika yang terdiri dari Vought F4U Corsair, Grummann F6F Hellcat, Grummann TBF Avenger, dan Curtiss SB2C Helldiver menyerang Armada Jepang dengan Fighter F6F Hellcat & F4U Corsair menyerang duluan untuk melawan pesawat Jepang, tetapi tidak ada satupun pesawat Jepang yang muncul.

Setelah jelas bahwa Jepang tidak memiliki satupun kekuatan udara, pesawat pengebom tukik dan pengebom torpedo meluncurkan serangannya ke arah Yamato, dengan penembakan 460mm meriamnya kearah pesawat tersebut dan hampir 150 AA gun, tetapi mereka hanya menembak jatuh sedikit pesawat Amerika.

Light Cruiser Yahagi terkena torpedo duluan, tepat di ruangan mesinnya, membunuh semua krunya dan kapalnya tidak bisa bergerak. Tambahan 6 torpedo dan 12 bom membawa Yahagi kebawah laut pada 14:06.

Yamato terkena 2 bom dan 1 torpedo di babak pertama penyerangan, menyebabkan api yang besar yang tidak bisa dipadamkan. Destroyer Hamakaze kemudian tenggelam setelah rusak dan ditarik mundur. Babak kedua dan ketiga menyerang Yamato dengan total 8 torpedo dan 15 bom langsung kearah Yamato.

Yamato yang AA gunnya sudah rusak parah dan bagian bawah kapalnya sudah banjir, diserang kembali oleh 100 pesawat, membuat 3 torpedo kembali meledak di Yamato, merusak ruddernya. Pada pukul 14:00, semuanya sudah berakhir untuk Yamato.

Admiral Ito menyuruh untuk meninggalkan kapal, radio mereka sudah rusak setelah serangan, dan Ito, bersama Kapten Yamato, Kosaku Aruga menolak untuk turun dari kapal dan memilih untuk mati didalam. Pukul 14:20, Yamato sudah mulai miring dan 14:23 terdengar ledakan dari Yamato. Beberapa destroyer lain pun ikut tenggelam.

Setelah Terbalik, IJN Yamato Meledak dan membelahnya. ledakan ini juga penanda Operasi ini berakhir dimenangkan oleh AL Amerika

Pertempuran berlanjut dengan serangan kamikaze ke kapal induk Amerika, berjumlah 115 pesawat. Total 100 pesawat lebih tidak kembali dan kapal Amerika hanya rusak sedikit.

Total hanya 12 orang Amerika yang tewas dalam pertempuran udara dan laut melawan armada Jepang. 85 orang lagi tewas dalam seranga kamikaze Jepang di akhir, dan Amerika hanya kehilangan 10 pesawat. Jepang kehilangan total 4.137 orang, 1 kapal tempur, 1 kapal penjelajah ringan, 4 destroyer, dan 100 pesawat lebih. Pertempuran tersebut pun mengakhiri nasib dari seluruh Angkatan Laut Jepang dan menaikkan superioritas Amerika di Pasifik.

Referensi: 
  • Garzke, W. H.; Dulin, R. O. (1985). Battleships: Axis and Neutral Battleships in World War II. Annapolis: Naval Institute Press. ISBN 0-87021-101-3.
  • Abe, S. (1994). 特攻大和艦隊 [Special Attack Fleet Yamato] (in Japanese). Shinjuku: Tatsumi Publishing Co. ISBN 9784876022113.
  • Feifer, G. (2001). "Operation Heaven Number One". The Battle of Okinawa: The Blood and the Bomb. The Lyons Press. ISBN 1-58574-215-5.

Minggu, 21 Februari 2021

Marsekal Lapangan Erwin Rommel, Jendral Jerman yang selalu dipuji oleh Inggris

"Saya tidak menyesal memuji Rommel" inilah kutipan PM Inggris ketika Perang Dunia II, Winston Churchill ketika berpidato di Parlemen

 

Marsekal Lapangan Erwin Rommel, dengan 2 medali bergengsi Pour Le Merite (1917), dan Knight's Cross of the Iron Cross with oak leaves, swords and diamonds (1943) 

 Erwin Johannes Eugen Rommel (lahir pada 15 November 1891– meninggal pada 14 Oktober 1944) adalah seorang komandan pasukan Jerman pada era Perang Dunia II. Perdana Menteri Britania Raya Sir Winston Churchill, yang waktu itu adalah musuh bebuyutan Jerman, pernah terang-terangan memberikan salut kepada jenderal jenius ini di Parlemen. Pada akhir hayatnya ketika ditanya mengapa dia memuji musuh, Churchil mengatakan "Saya tidak menyesal memuji Rommel".


Masa muda

Erwin Rommel dilahirkan di Heidenheim, sekitar 50 km dari kota Ulm, di negara bagian Württemberg, Jerman bagian selatan. Anak kedua seorang kepala sekolah menengah di Aalen ini pada usia 14 tahun bersama teman-teman membuat sebuah pesawat layang (glider) yang berhasil terbang, meski tidak jauh. Rommel muda ingin belajar teknik, namun ayahnya tidak menyetujuinya dan menyuruhnya bergabung dengan Resimen Infantri ke-24 Württemberg sebagai kadet pada 1910 dan segera dikirim ke Sekolah Kadet Militer di Danzig.

Pada 1911, kadet Rommel berkenalan dengan Lucie Maria Mollin, yang kemudian dinikahinya pada 1916. Pada November 1911, Rommel menyelesaikan pendidikannya dan mendapat pangkat Letnan di Wehrmacht/Angkatan Darat Jerman pada Januari 1912.


Perang Dunia I

Saat pecah Perang Dunia I tahun 1914, Rommel tergabung dengan pasukan elit Alpen Korps dengan pangkat letnan dan bertugas di front barat: Perancis dan Rumania. Terluka sebanyak tiga kali, Rommel mendapat anugerah bintang jasa Iron Cross kelas satu dan kelas dua pada Januari 1915.

Pada 1917 Rommel bertugas di front Italia, dan usai memimpin penyerangan Monte Matajur dipromosikan sebagai kapten. Segera sesudahnya, Rommel dan sekelompok kecil anak buahnya merenangi Sungai Piave untuk merebut garnisun pasukan Italia di Lognaroni. Pertempuran ini menyebabkan dirinya dianugrahi bintang jasa tertinggi di Angkatan Perang Jerman, yaitu Pour le Mérite, bintang jasa yang biasanya diberikan hanya pada para jenderal. Pasukannya juga memainkan peranan penting dalam pertempuran di Caporetto, kunci kemenangan Jerman atas Angkatan Darat Italia.


Menjelang Perang Dunia II

Usai perang, Rommel tetap berdinas di Wehrmacht dan pada 1929 diangkat menjadi instruktur di Sekolah Infantri di Dresden. Pada Oktober 1935 dia naik pangkat menjadi letnan kolonel dan mulai mengajar di Akademi Militer Postdam.

Sebagai guru yang luar biasa, bahan-bahan kuliah Rommel yang bersumber dari buku hariannya selama Perang Dunia I diterbitkan sebagai buku taktik-taktik infantri (Infanterie greift an) pada 1937. Buku ini dibaca oleh Adolf Hitler yang saking terkesannya menugaskan Rommel melatih Hitler Jügend pada tahun itu. Pada tahun 1938, Rommel, yang sudah berpangkat kolonel, ditunjuk sebagai komandan Akademi Perang di Wiener Neustadt. Di sekolah itu, dia menulis buku lanjutan bukunya yang pertama (Infantry Attacks), yaitu Panzer greift an (Tank Attacks, sering diterjemahkan sebagai Tank in Attacks). Dia dipindahkan tak lama kemudian dan ditempatkan dalam batalyon pengawal pribadi Adolf Hitler (Führer-Begleitbattalion).


Rommel ketika berpangkat Kolonel (Oberst) 1937. dengan medali yg ia dapat di Perang Dunia I. ketika ia berpangkat Letnan.


Perang Dunia II

Pada musim gugur 1938, Hitler menunjuk Rommel untuk memimpin unit Wehrmacht yang bertugas melindungi kunjungannya ke Cekoslowakia yang baru saja dianeksasi Jerman. Menjelang invasi ke Polandia, Rommel dipromosikan sebagai Mayor Jenderal dan Komandan Führer-Begleitbattalion yang bertanggungjawab atas pengamanan markas besar bergerak Hitler selama invasi.


Perancis 1940

Tiga bulan setelah invasi Polandia, Rommel mendapat perintah mengomandoi Divisi Panzer ke-7 yang menginvasi Perancis pada Mei 1940. Pasukannya bergerak maju lebih cepat dan lebih jauh dari pasukan-pasukan lain dalam sejarah militer dunia dan mendapat julukan Gespenster-Division (Divisi Hantu), saking sulitnya dideteksi keberadaannya bahkan oleh markas besar Wehrmacht.

Divisi Panzer ke-7 merupakan unit pasukan Jerman pertama yang mencapai Selat Inggris pada 10 Juni 1940, Lalu dia memutar ke selatan, merebut pelabuhan penting Cherbourg pada 19 Juni, dan melaju sepanjang pesisir Perancis hingga mencapai perbatasan Spanyol.


Afrika Utara 1941-1943

Sebagai penghargaan, Rommel dipromosikan menjadi Jenderal dan panglima dari 2 divisi AD Jerman yaitu Divisi Ringan ke-5 (kemudian direorganisir dan redesain sebagai Divisi Panzer ke-21) dan Divisi Panzer ke-15, yang dikirim ke Libya pada awal 1941 untuk menolong pasukan Italia yang menderita kekalahan besar di front Afrika Utara. Pasukannya inilah cikal bakal terbentuknya Deutsches Afrika Korps. Pasukan barunya ini berhasil memukul mundur Tentara ke-8 Inggris (British 8th Army) keluar dari Tobruk di Libya. Pasukannya merangsek terus ke Mesir tapi berhasil dipatahkan di El Alamein. Begitu tentara Amerika Serikat mendarat di Maroko dan Aljazair, pasukannya ditarik mundur meninggalkan Tunisia. Kiprahnya di medan pertempuran di padang pasir Afrika Utara itu membuatnya dijuluki "Rubah Padang Pasir" ("The Desert Fox")

Kejeniusannya dalam taktik perang infantri, didukung kecanggihan teknologi panser Jerman dan kedisiplinan pasukannya yang tinggi membuat Jerman unggul. Sayang sekali, kesuksesan ini tidak terlalu mendapat tanggapan serius dari Reichführer Hitler. Kurangnya pasokan logistik, amunisi dan bahan bakar dikarenakan perhatian Hitler ke front Rusia dan upaya menyerbu Inggris serta adanya blokade Angkatan Laut Inggris di Laut Tengah menyebabkan pasukan Afrika Korps tidak mampu melanjutkan pertempuran dan terus mengalami kekalahan.

Ketika Rommel dan Stafnya mendorong mobil Kfz ketika di Front Afrika, 1941 - 1943.


Benteng Atlantik 1943-1944

Rommel yang terserang infeksi saluran pernafasan ditarik pulang ke Jerman. Ada dugaan kekalahannya di El Alamein dan penarikan mundur pasukannya dari Tobruk membuat Hitler berang. Kembali ke Jerman, Rommel sempat menganggur. Akan tetapi saat serangan Sekutu makin gencar, Rommel ditunjuk sebagai Panglima Grup B Wehrmacht, yang bertugas mempertahankan pantai Perancis dari kemungkinan invasi Sekutu. Di bawah komandonya termasuk barisan pertahanan Benteng Atlantik (Atlantic Wall) yang akhirnya tidak mampu menahan invasi Sekutu pada 6 Juni 1944.


Plot Anti-Hitler

Pada 17 Juli 1944, dalam perjalanan pulang dari front, mobil Rommel diberondong pesawat Spitfire Angkatan Udara Kanada. Rommel terluka parah dan harus menjalani perawatan di rumah sakit. Pada saat yang sama, terbongkarlah konspirasi politik yang ingin menghabisi Hitler (Plot 20 Juli). Keterlibatan beberapa orang dekatnya menyebabkan Rommel dicurigai terlibat dalam upaya kudeta tersebut. Mengingat popularitas Rommel di mata rakyat Jerman, Hitler memberinya pilihan: bunuh diri dengan menenggak sianida atau mengaku di depan pengadilan rakyat (Volksgerichtshof). Rommel memilih mengakhiri hidupnya dengan sianida pada 14 Oktober 1944 dan dimakamkan secara kebesaran militer.

Setelah usai perang, istrinya menyatakan bahwa Rommel menentang plot tersebut karena ingin menghindari anggapan generasi penerus Jerman bahwa Jerman kalah di Perang Dunia II karena Hitler ditikam dari belakang, sebagaimana halnya yang terjadi pasca Perang Dunia ke-1 manakala sebagian besar anggota Wehrmacht tidak mau menyerah begitu saja kepada Sekutu. Rommel mengusulkan kepada kelompok Plot 20 Juli untuk menangkap Hitler dan menyeretnya ke pengadilan rakyat. Sayangnya plot tersebut terbongkar lebih dahulu sebelum dilaksanakan.

Buku harian Rommel lantas diterbitkan dengan judul The Rommel's Papers. Dan pada tahun 1951, sebuah perusahaan film Inggris memproduksi film berjudul The Desert Fox. Meski sebagian besar tokoh Nazi mendapat caci-maki dan dihukum oleh Sekutu, Rommel tetap dikenang kebesarannya dan sampai saat ini merupakan satu-satunya tokoh Third Reich yang memiliki museum mengenang dirinya dan karirnya.


Marching Song untuk menghargai Rommel

Saking Rommel dianggap pahlawan oleh Jerman, sampai-sampai ada Lagu Patriotik khusus yang di dedikasikan untuk Marsekal Lapangan Erwin Rommel, sang rubah padang pasir dan pasukannya yang tergabung dalam Korps Afrika Jerman atau DAK (Deustche Afrikakorps), lagu dengan judul Unser Rommel, yang diperkirakan menjadi satu satu nya Jendral Jerman yang dijadikan lagu Patriotik atau lagu March, dengan Bait Reff yang paling terkenal “Vorwarts, mit unserem Rommel” atau jika di transliterasikan menjadi “Maju, bersama Rommel kita”, kata-kata ini menjadi penyemangat bagi Para pasukan serta seluruh satuan Korps Afrika Jerman dibawah pimpinan Erwin Rommel. Mungkin Erwin Rommel saja yang namanya dijadikan lagu Patriotik tentara jerman.


Referensi:

  • Rommel, Erwin (1982) [1953]. Liddell Hart, B. H. (ed.). The Rommel Papers
  • Mitcham, Samuel W. (2007). Rommel's Desert Commanders — The Men Who Served the Desert Fox, North Africa, 1941–42. Mechanicsburg, PA: Stackpole Books
  • Kitchen, Martin (2009). Rommel's Desert War: Waging World War II in North Africa, 1941–1943. Cambridge University Press.